KURANGNYA MINAT GENERASI MUDA TERHADAP PERTANIAN
OLEH:
DWI SANTOSO
(D1A114015)
PPM GANJIL
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2015
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar belakang ...................................................................................1
B.
Rumusan maslah ...................................................................................3
C.
Tujuan ...................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kurangnya
minat
generasi muda terhadap pertanian...................................................4
B.
Faktor
kurangnya minat calon mahasiswa
terhadap
jurusan atau prodi pertanian.........................................................7
C.
solusi
agar generasi muda dapat kembali memilih
sektor
pertanian..........................................................................................9
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan .....................................................................................11
B. Saran .....................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA
C.
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkatkan kehadirat Allah SWT
atas segala limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “kurangnya
minat generasi muda terhadap pertanian”. Dalam makalah ini baik bentuk
maupun isinya masih sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat di pergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi para pembaca.
Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pemabaca, sehingga saya dapat
memperbaiki dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya
dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak terdapat
kekurangan karena pengalaman yang saya miliki masih sangat kurang. Oleh karena
itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Kendari, 28
Oktober 2015
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Sektor pertanian menjadi salah satu
komponen pembangunan nasional dalam menuju swasembada pangan guna mengentaskan
kemiskinan. Pentingnya peran sektor pertanian dalam pembangunan nasional
diantaranya: sebagai penyerap tenaga kerja, menyumbang Produk Domestik Bruto
(PDB), sumber devisa, bahan baku industri, sumber bahan pangan dan gizi, serta
pendorong bergeraknya sektor-sektor ekonomi lainya.
Di era otonomi daerah, pemerintah
daerah memiliki keleluasaan dalam perumusan permasalahan dan kebijakan
pembangunan pertanian. Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi diharapkan
akan mampu menjamin efisiensi dan efektifitas pelaksanaan pembangunan
pertanian, sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan
masyarakat.
Di
era modernisasi saat ini, kebanyakan masyarakat pasti memilih jenis pekerjaan
yang memiliki prospek cerah bagi dirinya dimasa depan. Ada yang bercita-cita
menjadi dokter, guru, polisi, dan lain sebagainya. Berbeda halnya dengan petani,
profesi sebagai seorang petani dinilai sebagai profesi yang tidak cukup
menjanjikan bagi masyarakat, sehingga sangat jarang ada orang yang benar-benar
ingin menjadi seorang petani. Akibatnya, jumlah orang turun ke dunia pertanian
semakin berkurang. Hal ini dapat dipahami karena secara umum banyak petani yang
hidup di bawah garis kemiskinan.
Diakui atau tidak, selama ini
pembangunan pertanian telah mengabaikan peranan pemuda. Akibatnya, jarak antara
pemuda dengan ladang-ladang pertanian semakin jauh dan proses regenerasi
petanipun sulit berjalan sehingga pertanian tetap didominasi oleh generasi tua
yang tentu mempunyai berbagai implikasi. Salah satu implikasinya adalah
pertanian berjalan di tempat dan sulit melakukan perubahan yang mendasar.
Mungkin ini salah satunya yang menyebabkan kondisi pertanian kita terus
mengalami pengeroposan, renta dan ”kurang darah”.
Padahal,
dengan komposisi pemuda saat ini saja yang hampir dua per tiga dari total
populasi, tentu ini sebuah potensi besar yang dapat dioptimalkan untuk
membangun pertanian. Apalagi selama ini kita dikenal sebagai bangsa agraris
dengan dukungan iklim, sumber daya alam dan sumber daya manusia (muda) yang
melimpah, tentunya sangat ironis jika kondisi pertanian kita tetap seperti saat
ini. Intinya, melibatkan pemuda atau dengan kata lain menyegerakan regenerasi
petani adalah suatu hal yang sangat urgen bagi bangsa agraris ini. Namun
persoalannya, sejauh mana pertanian itu mampu menarik hati bagi pemuda?
Adanya
kecenderungan para pemuda terutama yang tinggal di kawasan pedesaan yang kurang
tertarik terhadap dunia pertanian tentu berakibat pada sektor ini hanya di
dominasi oleh generasi tua yang acapkali kurang responsif terhadap perubahan.
Umumnya dalam pandangan pemuda, bertani adalah pekerjaan tradisional yang
kurang bergengsi dan hasilnya disamping tidak segera dapat dinikmati juga
jumlahnya relatif tak memadai.
B. RUMUSAN
MASALAH
a. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kurangnya minat generasi muda terhadap pertanian
b. Apa
saja faktor yang mempengaruhi kurangnya minat calon mahasiswa terhadap jurusan
atau prodi pertanian
c. Bagaiamana
solusi-solusi agar generasi muda dapat kembali memilih sektor pertanian
C. TUJUAN
a. Mahasiswa
dapat memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kurangnya minat generasi muda terhadap
sektor pertanian
b.
Mahasiswa dapat mengetahuifaktor apa
saja yang mempengaruhi kurangya minat calon mahasiswa terhadap jurusan atau
prodi pertanian
c.
Mahasiswa dapat mengetahui solusi-solusi
supaya generasi muda dapat kembali mengembangkan sektor pertanaian
BAB II
PEMBAHASAN
A. Faktor-faktor
kurangnya minat generasi muda terhadap perrtanian
selama
ini pembangunan pertanian telah mengabaikan peranan pemuda. Akibatnya, jarak
antara pemuda dengan ladang-ladang pertanian semakin jauh dan proses regenerasi
petanipun sulit berjalan sehingga pertanian tetap didominasi oleh generasi tua
yang tentu mempunyai berbagai implikasi. Salah satu implikasinya adalah
pertanian berjalan di tempat dan sulit melakukan perubahan yang mendasar.
Mungkin ini salah satunya yang menyebabkan kondisi pertanian kita terus
mengalami pengeroposan, renta dan ”kurang darah”.
Padahal,
dengan komposisi pemuda saat ini saja yang hampir dua per tiga dari total
populasi, tentu ini sebuah potensi besar yang dapat dioptimalkan untuk
membangun pertanian. Apalagi selama ini kita dikenal sebagai bangsa agraris
dengan dukungan iklim, sumber daya alam dan sumber daya manusia (muda) yang
melimpah, tentunya sangat ironis jika kondisi pertanian kita tetap seperti saat
ini. Intinya, melibatkan pemuda atau dengan kata lain menyegerakan regenerasi
petani adalah suatu hal yang sangat urgen bagi bangsa agraris ini. Namun
persoalannya, sejauh mana pertanian itu mampu menarik hati bagi pemuda?
Adanya
kecenderungan para pemuda terutama yang tinggal di kawasan pedesaan yang kurang
tertarik terhadap dunia pertanian tentu berakibat pada sektor ini hanya di
dominasi oleh generasi tua yang acapkali kurang responsif terhadap perubahan.
Umumnya dalam pandangan pemuda, bertani adalah pekerjaan tradisional yang
kurang bergengsi dan hasilnya disamping tidak segera dapat dinikmati juga
jumlahnya relatif tak memadai.
Pandangan
tersebut tentu mempengaruhi minat orang-orang muda untuk mau menjadi petani.
Ini didukung oleh budaya instan dan ingin cepat menghasilkan, sementara pertanian
memerlukan proses panjang, keuletan dan kesabaran dalam menghadapi berbagai
resiko internal dan eksternal. Ditambah lagi dengan berbagai kebijakan yang
tidak pro-petani dan justru seringkali pertanian dipandang sebelah mata dan
dijadikan komoditas politik tanpa mempedulikan nasib dan masa depan pertanian.
Di
samping itu, kurangnya dukungan para orang tua baik secara mental maupun
material terhadap anak-anak muda untuk menjadi petani, juga menjadi penyebab
pemuda tak tertarik menjadi petani. Alih-alih memberikan dukungan, justru orang
tua acapkali mengendorkan syaraf dan syahwat anak-anak muda yang ingin menjadi
petani. Umumnya orang tua akan lebih bangga jika anak-anaknya menjadi dokter,
birokrat, pilot dan profesi lainnya yang dianggap lebih prestisius. Indikasi
seperti ini salah satunya dapat dilihat dari banyaknya sekolah-sekolah
pertanian ataupun fakultas-fakultas pertanian, terutama di perguruan tinggi
swasta, yang kondisinya kekurangan mahasiswa.
Akhirnya
banyak para pemuda, terutama yang tinggal di desa, lebih tertarik pada
pekerjaan-pekerjaan non-pertanian di kawasan kota-kota besar. Mereka bekerja di
sektor non-pertanian semisal menjadi pegawai, buruh pabrik, buruh bangunan,
jasa transportasi baik yang formal maupun non-formal, yang menurut pandangannya
lebih bergengsi. Kalau mereka mempunyai keahlian spesifik, tentu hal ini bukan
masalah. Namun, tak sedikit dari mereka yang tak mempunyai keahlian spesifik
dan keberuntungan justru menjadi beban di kota karena tak kunjung mendapatkan
pekerjaan.
Penurunan
jumlah tenaga kerja pertanian di Indonesia berkon- sekuensi positif dan negatif
bagi pertanian. Konsekuensi positifnya: peningkatan luas lahan dan penurunan
jumlah petani gurem. Hasil sensus pertanian menunjukkan rerata luas lahan
petani meningkat cukup signifikan. Rerata luas lahan pertanian pada 2003
sebesar 0,35 ha menjadi 0,86 ha pada 2013. Jumlah petani gurem menurun dari
19,02 juta pada 2003 menjadi 14,25 juta pada 2013. Keadaan ini memberikan
peluang bagi petani untuk meningkatkan pendapatan.
Konsekuensi
negatifnya: ketahanan pangan terganggu di Indonesia. Meskipun secara kuantitas
jumlah tenaga kerja di pertanian masih relatif besar, produktivitas lahan akan
menurun.
Pertama,
sebagian besar petani di perdesaan umumnya sudah berumur tua. Meskipun jumlah
mereka besar, produktivitas mereka sudah menurun. Kegiatan pertanian tidak bisa
maju karena tidak bisa mengikuti perkembangan teknologi pertanian.
Kedua,
keturunan petani yang memilih bekerja di luar sektor pertanian umumnya adalah
keturunan petani yang berhasil. Keberhasilan mereka ditunjukkan dengan
kemampuan menyekolahkan anak sampai jenjang pendidikan tinggi. Dengan
pendidikan tinggi itu, anak-anak petani tidak mau lagi bertani dan memilih
bekerja di sektor lain.
Alternatif terakhirYang tetap menjadi
petani akhirnya hanya mereka yang berpendidikan rendah dan kalah bersaing
mendapat pekerjaan di luar sektor pertanian. Pertanian dijadikan sebagai
alternatif terakhir setelah seseorang tidak bisa mendapat pekerjaan di luar
sektor pertanian. Kebijakan pemerintah yang kurang mendukung kemajuan di
sektor pertanian menjadi penyebab utama mereka tidak lagi mau bekerja di sektor
pertanian. Keengganan ini pun didukung orangtua yang sebagian besar
bercita-cita anak mereka tak bekerja di sektor pertanian.
Ketiga,
kegiatan pertanian bagi sebagian besar petani dianggap sebagai pekerjaan
sampingan meski mereka mengaku bekerja sebagai petani. Alokasi waktu kerja
sebagian besar digunakan untuk kegiatan nir-pertanian. Pada waktu panen, petani
ini akan menggarap pekerjaan di pertanian. Namun, pada waktu tertentu mereka
memilih bekerja sebagai tukang bangunan, pedagang asongan, atau buruh harian di
perkotaan. Pekerjaan yang tak fokus ini menjadi penyebab kurang terurusnya
lahan pertanian sehingga memiliki produktivitas rendah.
Masalah
regenerasi dapat menjadi hambatan utama untuk implementasi program swasembada
pangan di Indonesia. Masalah ini berpangkal pada tidak kompetitifnya upah dan
pendapatan di sektor pertanian. Upah tenaga kerja di perdesaan tak ada setengahnya
dibandingkan dengan upah tenaga kerja nir-pertanian di daerah perkotaan.
Petani
juga berhadapan dengan impor produk pertanian yang berharga lebih rendah. Tak
ada perlindungan memadai terhadap kehidupan petani agar dapat bersaing dan
menangkal membanjirnya produk pertanian dari luar. Petani seperti dibiarkan
berjalan sendiri, bahkan subsidi bagi petani kian berkurang.
Oleh
sebab itu, kebijakan yang mendukung peningkatan kelayakan hidup bagi
petani mutlak diberikan agar pertanian tetap menjadi pekerjaan menarik,
khususnya bagi generasi muda. Perlindungan terhadap petani dari produk impor,
permainan harga tengkulak, ketertinggalan teknologi juga perlu dilakukan. Tanpa
regenerasi yang baik, program swasembada pangan canangan Presiden hanya akan jadi
wacana yang tak pernah terwujud.
B. Faktor
kurangnya minat calon mahasiswa terhadap jurusan atau prodi pertanian
Di tengah-tengah banyaknya pekerjaan
rumah di sektor pertanian muncul kekurangtertarikan tenaga kerja muda terhadap
sektor ini. Itu ditandai dengan menurunnya minat lulusan siswa menengah atas
memilih fakultas pertanian. Apakah ini bukan ancaman bagi masa depan sektor
pertanian, bahkan bagi masa depan bangsa Indonesia?
Rendahnya animo calon mahasiswa untuk
memilih jurusan/program studi pertanian disebabkan oleh banyak hal, baik yang
berasal dari internal institusi maupun faktor eksternal. Beberapa hal tersebut
antara lain:
1.
Pertama
kesan yang menunjukkan bahwa pertanian selalu berhubungan dengan rakyat kecil,
petani tua yang tidak berdaya, bergelut dengan lumpur, panas, kotor, dengan
penghasilan rendah dan tidak menjanjikan masa depan, tampaknya tidak mudah
untuk dihilangkan. Padahal pada era teknologi seperti sekarang ini, pendidikan
pertanian diarahkan untuk menghasilkan teknokrat bahkan enterpreneurship
pertanian. Bidang pertanian tidak lagi sempit hanya bercocok tanam di sawah
tetapi sudah sangat berkembang teknologinya seperti kultur jaringan,
hidroponik, aeroponik, rekayasa genetika, teknologi publikasi pertanian dan
sebagainya, yang jauh dari kesan kotor dan tak punya masa depan. Dengan
demikian, ruang lingkup pekerjaan sarjana pertanian tidak hanya yang
berhubungan dengan budidaya tanaman di lahan tetapi juga lembaga penelitian,
instansi pemerintah, perusahaan agrobisnis, perbankan, sampai wirausaha
mandiri.
2.
Kedua,
publikasi tentang pertanian di berbagai media massa baik cetak maupun
elektronik lebih banyak menampilkan berita tentang kegagalan pertanian seperti
banjir, kekeringan, serangan hama, puso, dan sebagainya, sehingga secara tidak
langsung menjadi black campaine bagi calon mahasiswa. Ketiga, adalah
keberpihakan pemerintah terhadap pertanian yang masih kurang. Penurunan subsidi
sarana produksi pertanian yang berimbas pada tingginya harga sarana produksi
pertanian, kebijakan bebas bea fiskal bagi import hasil pertanian, kebijakan
beras import, tidak adanya insentif bagi petani dan sebagainya adalah contoh
kebijiakan pemerintah yang kurang berpihak pada petani yang pada akhirnya
menyebabkan berbagai masalah tingkat kesejahteraan petani yang tidak beranjak
naik.
Kondisi tersebut turut mempengaruhi
generasi muda di desa yang beramai-ramai menjadi kaum urban, meninggalkan desa
dan status petani. Anak-anak petani lebih memilih bekerja di kota yang
menyebabkan kosongnya kantong-kantong pertanian potensial dan berkurangnya
generasi muda potensial di pedesaan. Ini disebabkan masih membudayanya
pandangan petani sebagai pekerjaan kelas dua, di samping masih sempitnya
kesadaran dan pemahaman akan potensi pertanian. Hal tersebut menunjukkan bahwa
daya tarik sektor pertanian di Indonesia masih lemah, sehingga banyak lulusan
sarjana pertanian yang kurang tertarik terjun ke bidang tersebut, padahal lahan
yang tersedia cukup luas. Hal itu terjadi karena paradigma belum berubah,
seolah-olah sarjana kerjanya di instansi pemerintah. Padahal, lahan pertanian
harus menjadi lokomotif ekonomi yang dapat menghela aneka keahlian lainnya,
sehingga merenda pendekatan pembangunan yang sistematik.
Seperti kita ketahui Indonesia
memiliki potensi sangat besar di bidang pertanian ditinjau dari ketersediaan
lahan, kesesuaian iklim, tenaga kerja (melimpah), komoditas beragam, dan
kekayaan hayati. Indonesia memiliki lahan luas, yang dapat dikembangkan menjadi
lahan pertanian berkelanjutan. Hal tesebut didukung pula dengan iklim tropis
serta banyak jenis tanaman yang dapat dikembangkan di Indonesia. Ditambah lagi
dengan daerah bergunung yang cocok untuk tanaman subtropis. Komoditas pertanian
menjadi beragam, seperti perkebunan, pangan, rempah dan obat, energi nabati, hortikultura
(sayur, buah, flora), serta serat alam. Indonesia menjadi salah satu pemasok
utama dunia, antara lain, komoditas kelapa sawit, kakao, teh, kopi, karet alam,
dan rempah.
C. Solusi-solusi
agar generasi muda dapat kembali memilih sektor pertanian
Solusi
untuk menumbuhkan minat dan kemauan serta merubah paradigma berpikir tentang
pertanian dapat dimulai dengan membangun citra pertanian. Paradigma berpikir
tentang pertanian selama ini sedikit banyak telah menurunkan citra pertanian
terutama bagi pemuda. Paradigma berpikir harus kita ubah, bahwa pertanian bukan
sekadar mencangkul di sawah dan menjadi petani tidak selalu identik dengan
kemiskinan. Pertanian bukanlah sektor tradisional yang kurang bergengsi dan
tidak memberikan nilai tambah, tetapi merupakan sektor strategis yang mampu
memberikan nilai tambah yang berlipat jika dikelola secara profesional dan
komersial seperti sektor-sektor lainnya. Bahkan kemajuan sektor-sektor lain
sangat tergantung pada kemajuan sektor pertanian.
Untuk
membangun citra pertanian, sosialisasi maupun kampanye-kampanye pertanian yang
membuat generasi muda tersadar akan pentingnya pertanian dengan segala potensi
yang dimilikinya. Sosialisasi dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai
media komunikasi semacam radio, televisi, surat kabar dan media publikasi
lainnya.
Selanjutnya,
yang perlu dilakukan adalah membuat semacam pusat pendidikan dan latihan kerja
yang khusus untuk bidang pertanian. Pusat pendidikan dan latihan ini sangat
diperlukan yang nantinya akan menjadi kawah candradimuka penggemblengan dan
menjadi pusat mengasah keterampilan bertani pemuda maupun pusat informasi dunia
pertanian terkini.
Demikian
juga, adanya program pertukaran pemuda tani, sangat menarik dan perlu
dilakukan. Kalau selama ini pertukaran pelajar dan mahasiswa dari berbagai
disiplin ilmu seringkali dilakukan, apa salahnya program pertukaran pemuda tani
juga dilakukan untuk memberi kesempatan para petani-petani muda, utamanya yang
tinggal di pedalaman pedesaan untuk pengembangan wawasan pertaniannya. Ini
sekaligus sebagai suatu upaya untuk menampilkan wajah pertanian yang menarik
bagi semua orang, khususnya orang muda di pedesaan.
Berikutnya
adalah dengan menanamkan nilai-nilai spiritual-teologis dalam benak pemuda
bahwa menjadi petani adalah salah satu bentuk jihad fisabilillah karena bertani
adalah salah satu upaya untuk mempertahankan kelangsungan hidup pribadi maupun
kehidupan orang lain. Bertani juga menjadi salah satu aktivitas peribadatan
guna memakmurkan bumi. Bukankah di dalam kitab suci telah dijelaskan dengan
tegas bahwa Allah SWT menciptakan manusia dari bumi (tanah) dan menjadikannya
sebagai pemakmurnya?
Namun,
yang terpenting dari hal itu semua adalah tetap diperlukan keberpihakan
kebijakan yang pro-petani dan pertanian. Segala upaya di atas jika tanpa
dibarengi dengan keberpihakan pembuat kebijakan tetap saja tak akan mampu
menarik pemuda untuk menjadi petani.
Dengan
demikian, diharapkan ke depan pertanian akan lebih menarik bagi generasi muda.
Regenerasi petani pun tak akan berhenti dan profesi petani akan menjadi
kebanggaan tersendiri bagi kaum muda. Pemuda akan mengoptimalkan diri
berpartisipasi dalam pembangunan pertanian sekaligus menjadikan pertanian
sebagai tumpuan masa depan. Semoga!
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sektor
pertanian menjadi salah satu komponen pembangunan nasional dalam menuju
swasembada pangan guna mengentaskan kemiskinan. Pentingnya peran sektor
pertanian dalam pembangunan nasional diantaranya: sebagai penyerap tenaga
kerja, menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB), sumber devisa, bahan baku
industri, sumber bahan pangan dan gizi, serta pendorong bergeraknya
sektor-sektor ekonomi lainya.
selama
ini pembangunan pertanian telah mengabaikan peranan pemuda. Akibatnya, jarak
antara pemuda dengan ladang-ladang pertanian semakin jauh dan proses regenerasi
petanipun sulit berjalan sehingga pertanian tetap didominasi oleh generasi tua
yang tentu mempunyai berbagai implikasi. Salah satu implikasinya adalah
pertanian berjalan di tempat dan sulit melakukan perubahan yang mendasar. Mungkin
ini salah satunya yang menyebabkan kondisi pertanian kita terus mengalami
pengeroposan, renta dan ”kurang darah”.
Adanya
kecenderungan para pemuda terutama yang tinggal di kawasan pedesaan yang kurang
tertarik terhadap dunia pertanian tentu berakibat pada sektor ini hanya di
dominasi oleh generasi tua yang acapkali kurang responsif terhadap perubahan.
Umumnya dalam pandangan pemuda, bertani adalah pekerjaan tradisional yang
kurang bergengsi dan hasilnya disamping tidak segera dapat dinikmati juga
jumlahnya relatif tak memadai.
B. SARAN
Saran penulis terhadap
pemerintah agar memberikan solusi supaya para generasi muda dapat mencintai
kembali pertanian agar ketahanan pangan yang ditargetkan oleh pemerintah dapat
tercapai. Selain itu peran dari segala lapisan masyarakat haruslah menyadari bahwa
pentingnya petanian untuk berlangsungnya bangsa
DAFTAR
PUSTAKA
Agroindonesia.
15 November, 2011. Mengarahkan Petani ke
Off Farm. (online), (http://agroindonesia.co.id/2011/11/15/mengarahkan-petani-ke-off-farm/,
dikunjungi pada tanggal 22 Oktober 2013).
Anton Apriantono. Konsep Pembangunan Pertanian, (Online),
(htpp://www.deptan.go.id/renbangtan/Konsep_Pembangunan_Pertanian.pdf), diakses
28 Juli 2011
Ashari. Peranan Perbankan Nasional Dalam Pembiayaan Sektor
Pertanian di Indonesia. (Online), (htpp://litbang.deptan.go.id/Ind/pdf),
diakses 2 Juli 2011
Berita
Unpad. 04 Desember, 2012. IAAS LC Unpad
Kenalkan Dunia Pertanian dan Cinta Lingkungan pada Pelajar Sekolah Dasar.
(online), (http://www.unpad.ac.id/2013/09/peringati-hari-tani-nasional-iaas-lc-unpad-perkenalkan-dunia-pertanian-ke-pelajar-sd/,
dikunjungi pada tanggal 24 Oktober 2013).
Irianto,
Gatot. 18 Agustus, 2010. Sudahkah Petani
Merdeka?. Kompas.com. (online), (http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/08/18/08402238/Sudahkah.Petani.Merdeka,
dikunjungi pada tanggal 22 Agustus 2013).
JPNN.Com.
24 Maret, 2012. Sarjana Pertanian Makin
Minim. (online), (http://www.jpnn.com/read/2012/03/24/121767/Sarjana-Pertanian-Makin-Minim-, dikunjungi pada
tanggal 21 Oktober 2013)
Serikat
Petani Indonesia. 2010. Hentikan
Kebijakan Liberalisasi dan Korporatisasi Pertanian. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat Serikat Petani Indonesia. (diunduh pada tanggal 20 Oktober 2013, di http://www.spi.or.id/wp-content/uploads/2010/12/2010-12-16-Catatan-Akhir-Tahun-2010.pdf).
Suara
Merdeka. 11 Maret, 2012. Petani Menipis
di Negeri Agraris. (online), (http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/03/11/179899/,
dikunjungi pada tanggal 22 Oktober 2013).
Supanggyo.
2008. Hubungan Pemberdayaan Petani Dengan
Tingkat Keberhasilan Pengembangan kawasan Agropolitan Di Kabupaten Sleman.
M’POWER No. 8 Vol. 8, Oktober 2008. (diunduh pada tanggal 23 Oktober 2013, di http://pppm.pasca.uns.ac.id/wp-content/uploads/2012/09/Supanggyo.pdf).
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. 2003. (Diunduh pada tanggal 20 Oktober 2013, di http://riau.kemenag.go.id/file/file/produkhukum/fcpt1328331919.pdf).